Kreativitas untuk mempertahankan pertunjukan Topeng Dhalang.

March 11, 2015 3:38 am Published by admin

Kreativitas untuk mempertahankan pertunjukan Topeng Dhalang.

Oleh : Peni Prihantini, S.Sn

 

Sumenep terletak di ujung timur pulau Madura merupakan pusat kerajaan Madura dimasa lalu. Dalam catatan sejarah nama Sumenep lebih dikenal dengam sebutan Songenep,yang secara etimologis mempunyai pengertian (1) lembah bekas endapan yang tenang (2) lembah endapan yang sejuk dan rindang,(3) cakupan atau lembah tenang atau pelabuhan yang tenang.

Sebagai bekas pusat pemerintahan di masa lalu  di kabupaten Sumenep terdapat banyak bangunan kuno dengan gaya arsitektur campuran antara Jawa, Cina, Eropa, dan Arab yang sampai saat ini terpelihara dengan baik, seperti keraton Sumenep,Masjid Jamiq dan makam keluarga raja asta tinggi. Serta beberapa bentuk kesenian diantaranya: tari Gambuh Keris, tari Muang Sangkal, dan pertunjukan Topeng  Dhalang. (Potensi Pariwisata, 62:213). Semua para pemainnya mengenakan topeng, terkecuali peran dhalang dan pengrawit. Dalam satu pementasan pemainnya tidak kurang dari 15 penari laki-laki, masing-masing memegang peran tertentu sesuai dengan tokoh-tokoh di dalam lakon yang ditampilkan. Adapun lakon yang diceritakan berkisar epos Ramayana dan Mahabarata, disamping lakon carangan hasil kreatif seniman topeng.

Pada mulanya seni pertunjukan ini tersebar di pulau Madura dan sepanjang pantai utara Jawa Timur, ditepian selat Madura di tempat mana masyarakat Madura bermukim sebagai pendatang dipulau Jawa terutama dikota antara Situbondo dan bondowoso. Karena pendukung serta pemainya banyak sudah tua dan tidak melakukan regenerasi, maka kesenian tadi banyak mengalami kepunahan.                .

Seni pertunjukan Topeng Dhalang ini bersifat dramatik sehingga dapat digolongkan dalam jenis drama tari atau umumnya disebut wayang topeng. Pementasannya diselenggarakan di arena dengan panggung atau pendapa,di mana salah satu sisinya tertutup oleh tirai sebagai latar belakang. Fungsi dalang sangat penting yaitu bahwa seluruh dialog dilakukan, maka tirai latar belakang tadi diberi jendela tempat sang dalang mengatur jalannya pementasan.

Pementasannya berlangsung semalam suntuk dimulai pukul 21.00 sampai jam 05.00. Tatacara pakelirannya sesuai sekali dengan pakeliran yang berlaku pada wayang kulit,dialognya menggunakan bahasa Madura.

  1. Perkembangan Topeng Dhalang Sumenep

Topeng Dhalang merupakan sebuah kesenian yang sedikit banyak mendapat pengaruh dari kesenian Jawa Timur dan Jawa Tengah yaitu Malang dan keraton Yogyakarta yaitu Wayang Topeng Malangan dan Wayang Topeng Yogyakarta. Namun pada abad ke-18, setelah masuk dalam lingkungan keratin Sumenep kesenian ini berakulturasi dengan lingkungan dan kebudayaan setempat. Hal ini berpengaruh terhadap struktur pertunjukannya seperti bentuk topeng, gerakan tari, busana serta pementasannya.

Pada masa keraton pertujukan topeng hanya dipentaskan pada waktu tertentu seperti upacara keagamaan atau pesta pernikahan anggota keraton. Pada abad ke-19 fungsi keraton sudah tidak nampak atau sudah jarang dipentaskan lagi karena sudah tidak menjadi pusat kesenian, namun di masyarakat tetap ada atau masih dipentaskan di masyarakat sehingga kesenian ini tetap bertahan  sampai sekarang. Di Sumenep terdapat rombongan Topeng Dhalang yang tertua yaitu Muncarare dan Si banjir yang berdiri pada tahun 1817. Tetapi saat ini  kedua rombongan tersebut sudah tidak aktif  lagi[1]  Pada tahun 1920 berdiri rombongan topeng bernama Rukun Perawas yang didirikan oleh bapak Juserep dan sebagai pemimpinya bapak Merto (50 tahun). Sampai sekarang masih memimpin. Rombongan ini berada di desa Slopeng kecamatan Dasuk.

  1. Perkembangan Topeng Dhalang Sumenep Tahun 1992-2010

Tahun 1992 kesenian Topeng Dhalang mengalami masa kejayaan yang disebabkan oleh banyaknya undangan untuk menghadiri acara festival di luar kota dan luar negeri. Hal ini menyebabkan kesenian ini semakin dikenal oleh masyarakat, sehingga kesenian ini banyak dinikmati oleh masyarakat. Kesenian Topeng Dhalang akhirnya menjadi kesenian tradisional khas Madura, khususnya di Sumenep.

Di kabupaten Sumenep kesenian ini masih banyak berkembang khususnya di kecamatan Dasuk, Gapura, dan Kalianget. Salah satu desa yang terkenal aktif melakukan pertunjukan seni ini yaitu di desa Slopeng, Kecamatan Dasuk. Di desa ini terdapat rombongan yang populer di masyarakat Slopeng untuk diundang sebagai penyaji pertunjukan Topeng Dhalang dalam hajatan sunatan maupun pernikahan. Rombongan ini bernama Rukun Perawas.

Bapak Syrianto, selaku seniman dari rombongan  Rukun Pewaras di Desa Slopeng, mengatakan bahwa dari semua rombongan yang masih eksis sampai masa ini, rombongan Rukun Perawas merupakan rombongan Topeng Dhalang yang tertua dan masih aktif melakukan pementasan di masyarakat. Pada awalnya kelompok ini berdiri dengan nama Rukun Perawas yang mempunyai arti memberikan sebuah peringatan (hidup waspada)[2] Dalam perkembangannya rombongan Rukun Perawas yang dipimpin oleh bapak Merto ini sangat digemari oleh masyarakat Madura karena muncul karakter tokoh punakawan yang memainkan peran lebih besar dan bahkan sering bersahutan atau berinteraksi langsung dengan penontonnya. Walaupun rombongan ini mempunyai adegan yang kurang halus dalam berakting tetapi gerak tarinya lebih dinamis, sehingga tradisi keraton ini tetap dapat dihidupkan kembali. Dengan demikian tradisi yang berasal dari karaton ini masih dapat berkembang di masyarakat sampai saat ini[3]

Rombongan lain yang sejaman dengan Rukun Perawas yang juga masih aktif dalam kesenian ini bernama Sekar Utomo yang mempunyai arti bunga utama. Rombongan Sekar Utomo ini dipimpin oleh Bapak Sasmito (65 tahun) dari Desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget. Rombongan ini tidak diketahui sejak kapan berdirinya, tetapi rombongan ini masih eksis sampai masa ini. Rombongan ini berdiri dengan tujuan untuk melayani permintaan atau menerima undangan dari masyarakat. Namun, dalam perkembangan pertunjukannya hanya di wilayah Madura saja tidak pernah pentas ke luar Madura. Rombongan ini tidak kalah dengan rombongan yang lainnya karena pertunjukannya juga banyak ditunggu-tunggu oleh masyarakat Sumenep. Rombongan Sekar Utomo mempunyai gaya bahasa yang halus sehingga penonton merasa nyaman untuk melihat pertunjukannya.

Melihat animo dan minat masyarakat ketika menikmati kesenian ini dapat menumbuhkan pemain-pemain atau seniman yang handal dalam menekuni kesenian ini. kepedulian beberapa pendiri grup kesenian ini, mampu menumbuhkan minat dan bakat para pemain di setiap rombongan untuk melestarikan kesenian ini. Hal itu menyebabkan pemerintah turun tangan untuk membentuk organisasi Topeng Dhalang yang para pemainnya diambil khusus dari seniman yang handal dalam setiap rombongan kesenian tersebut. Rombongan yang dibentuk oleh pemerintah ini bernama Sinar Sumekar berada di Desa Gapura Kecamatan Gapura yang dipimpin oleh Bapak Iskandar (60 tahun). Rombongan ini hanya pentas untuk kebutuhan tertentu saja, misalnya undangan resmi dari luar kota untuk mewakili kabupaten Sumenep. Jadi rombongan ini tidak melayani panggilan atau menerima undangan dari masyarakat karena khusus dibentuk untuk menghadiri undangan pemerintah kabupaten Sumenep.[4]

Namun seiring dengan perkembangannya, salah satu keturunan dari pendiri Rukun Perawas memutuskan untuk membentuk kelompok baru dengan nama Rukun Pewaras yang erdiri sejak tahun 1995 yang sekarang dipimpin oleh bapak Adi Sucipto (50 tahun). Nama Rukun Pewaras mempunyai arti memberikan sebuah penyembuhan yang kemungkinan hal ini dikarenakan kesenian ini juga digunakan untuk ruwatan.

Rombongan Rukun Pewaras ini merupakan perpecahan dari satu keluarga yang membentuk grup kesenian baru menjadi dua rombongan yang para pemainnya dibagi atau diambil dari rombongan yang lama (rombongan Rukun Perawas). Rombongan ini menyajikan pertunjukan yang tidak jauh berbeda dengan kelompok sebelumnya.

Nama dua rombongan  Rukun Perawas dan Rukun Pewaras ini dibuat hampir sama karena rombongan ini berasal dari satu keluarga. Rukun Pewaras, yang merupakan generasi kedua memutuskan untuk membentuk rombongan baru. Hal ini disebabkan Rukun Pewaras ingin lebih memajukan Topeng Dhalang dengan memberikan tambahan inovasi di dalam kesenian ini, sedangkan Rukun Perawas cenderung tetap mempertahankan cerita dan gerakan lama. Dengan kata lain Rukun Pewaras lebih inovatif dengan gaya baru jika dibandingkan dengan Rukun Perawas yang lebih konservatif atau dengan gaya lama.

Dalam perkembangannya Topeng Dhalang di Sumenep pernah mengalami masa kejayaan yaitu pada tahun 1992-1995 ini merupakan perkembangan kesenian ini yang paling pesat karena sering diadakannya festival yang diadakan di Sumenep pada acara tertentu seperti peringatan hari jadi Kabupaten Sumenep dan penyambutan tamu besar dari luar kota maupun luar negeri.[5] Pada masa ini juga Topeng Dhalang mendapat pembinaan kesenian tradisional mulai dari tingkat desa yang lebih diutamakan dari pada kesenia lainnya. Pada tahun 1992, salah satu rombongan kesenian perwakilan dari Sumenep diantaranya adalah Rukun Perawas yang dikirim ke Amerika Serikat dan ke Jepang oleh pemerintah Indonesia sebagai wakil Indonesia di festival seni pertunjukan di kedua Negara tersebut [6]

Pada tahun 1997 kesenian tradisional mengalami kemunduran. Hal ini ditandai dengan berkurangnya jumlah pertunjukan di masyarakat. Seperti halnya dengan perkembangan Topeng Dhalang. Penyebabnya karena kesenian ini berada di tangan para keluarga dhalang sesampai kelangsungan kehidupan topeng ini berjalan secara turun temurun. Jika tidak ada regenerasi maka kelangsungan Topeng Dhalang terancam. Selain itu kesenian ini agak merosot karena tidak adanya minat dari masyarakat untuk mengundang kesenian tersebut.

Walaupun keadaan periode ini merosot tetapi pada tahun 1998 rombongan Sinar Sumekar masih bertahan. Rombongan ini masih berdiri karena milik pemerintah Sumenep sehingga tidak terpengaruh surut aktivitasnya seperti rombongan lainnya. Pada tahun ini Sinar Sumekar diundang untuk menghadiri acara keluar kota diantaranya ke Yogyakarta, Bali, Bandung, dan Palembang. Walaupun pada masa ini kesenian topeng di Sumenep kurang dinikmati, tetapi rombongan ini hadir dalam suatu undangan tertentu saja. Disini terlihat bahwa peran pemerintah sangat begitu besar dalam mengembangkan eksistensi kesenian Topeng Dhalang.

Pada tahun 2006-2010 kesenian ini bertambah eksis dan perkembangan pertunjukannya mulai diminati oleh masyarakat lagi. Berawal pada tahun 2006 Rukun Pewaras menghadiri undangan di acara festival seni pertunjukan dan tari di Jakarta. Pertunjukan di Jakarta ini diekspos dan membangkitkan kesenian pertunjukan Topeng Dhalang di Sumenep. Achmad Darus adalah seniman Topeng Dhalang melakukan regenerasi di beberapa wilayah Sumenep. Sasaran pembinaan yang dilakukan oleh Darus adalah di desa-desa termasuk di desa Kalianget, Rubaru dan Paberasan. Dengan melakukan motivasi dan partisipasi yang intensif menjadikan hal ini sebagai peluang untuk melakukan pencarian bibit baru. Hal ini menandakan bahwa perkembangan kesenian ini sudah bangkit pada tahun 2006 dengan melakukan pembinaan Topeng Dhalang kecil (Topeng Dhalang kenik) yang direkrut dari sekolah-sekolah TK sampai SMA.

Pembinaan ini dapat mendorong munculnya rombongan baru yang ada di Sumenep yang berdiri antara tahun 2008-2010 diantaranya adalah Rukun Karya, Budi Santoso, Poetri Kuning, Leteer, Rukun Family (Pemain anak-anak), dan Sinar Penala. Banyak rombongan Topeng Dhalang tersebut, menyebabkan semakin banyaknya minat masyarakat. Hal ini terjadi karena banyaknya seniman yang ingin melestarikan kesenian ini. Selain itu juga karena masyarakat Sumenep mulai banyak yang berminat dan senang lagi dengan kesenian ini, sesampai dengan muncul banyaknya rombongan tersebut maka banyak pula undangan yang ada atau undangan yang diterima [7] Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan, bahwa dalam perkembangannya kesenian ini mengalami pasang surut dari segi pertunjukan maupun jumlah rombongannya. Tahun 1992 merupakan masa kejayaan, yang dialami sampai tahun 1995 yang disebabkan banyakya undangan festival maupun undangan dari masyarakat.

  1. C. Sejarah Topeng Dhalang di Sumenep

Topeng pada awalnya berada di kerajaan Jamberingin yang pemimpin pertamanya adalah Menaksenaya yang berada di daerah Pamekasan di Kecamatan Propo dan sekarang menjadi sebuah kerajaan. Prabu Menaksenaya mempunyai besan di daerah Mataram sekitar  abad ke-XV. Di Pamekasan sudah ada topeng yang bernama topeng getak, salah satu pemain dari topeng di Pamekasan itu namanya Kerte, Kerte itu masih keturunan dari bangsawan sehingga Kerte mengembangkan topeng. Namun dalam perkembangannya kesenian Topeng Dhalang ini dibawah ke Sumenep oleh Tiarje Nimprang atau Raden Bagus Nimprang. Raden Bagus Nimprang merupakan orang yang masih mempunyai keturunan dengan Kerte. Dan terdapat murid-murid Kerte yang menyebarkan kesenian topeng ke Bondowoso, Situbondo, Pasuruan (Jawa Timur). Namun di sana Kerte mengembangkan tarian topeng bukan Topeng Dhalang[8]

Kemudian Raden Bagus Nimprang menyebarkan kesenian ini ke daerah Timur yang membuat kesenian Topeng Dhalang di Sumenep berkembang sampai sekarang. Dalam perkembangannya kesenian ini dilanjutkan oleh Agung Taharun dan Sabidin. Sedangkan Arjosurya juga merupakan penyebar kesenian Topeng Dhalang di sumenep, sehingga di sumenep ini merupakan banyak kalangan bangsawan yang membentuk organisasi yang dulu dinamakan organisasi Tukaharun. Apabila disimpulkan para pemain Topeng Dhalang kebanyakan oleh kaum bangsawan sehingga topeng itu dikatakan berasal dari keraton padahal itu bukan kesenian dari keraton tetapi pemainnya saja yang dari keturunan bangsawan.

Pada tahun 1920 berdiri rombongan bernama Rukun Perawas yang didirikan oleh bapak Juserep yang dipimpin oleh bapak Merto (50 tahun). Sampai sekarang masih memimpin. Rombongan ini berada di desa Slopeng kecamatan Dasuk. Rombongan Rukun Perawas merupakan rombongan Topeng Dhalang yang tertua dan masih aktif melakukan pementasan di masyarakat. Pada awalnya kelompok ini berdiri dengan nama Rukun Perawas yang mempunyai arti memberikan sebuah peringatan (hidup waspada) [9].

Namun seiring dengan perkembangannya, salah satu keturunan dari pendiri Rukun Perawas memutuskan untuk membentuk kelompok baru dengan nama Rukun Pewaras yang berdiri sejak tahun 1995 yang sekarang dipimpin oleh bapak Adi Sucipto (50 tahun). Mulai tahun 2006 Rukun Pewaras berada di desa Slopeng, kecamatan Dasuk. Nama Rukun Pewaras mempunyai arti memberikan sebuah penyembuhan yang kemungkinan hal ini dikarenakan kesenian ini juga digunakan untuk ruwatan.

Rombongan Rukun Pewaras ini merupakan perpecahan dari satu keluarga yang membentuk grup kesenian baru menjadi dua rombongan yang para pemainnya dibagi atau diambil dari rombongan yang lama (rombongan Rukun Perawas). Rombongan ini menyajikan pertunjukan yang tidak jauh berbeda dengan kelompok sebelumnya. Hal ini disebabkan Rukun Pewaras ingin lebih memajukan Topeng Dhalang dengan memberikan tambahan inovasi di dalam kesenian ini, sedangkan Rukun Perawas cenderung tetap mempertahankan cerita dan gerakan lama. Dengan kata lain Rukun Pewaras lebih inovatif jika dibandingkan dengan Rukun Perawas yang lebih konservatif.

Bapak Sai’run yang merupakan seniman rombongan Rukun Pewaras memiliki kemampuan dalam membuat topeng dan membuat topeng secara tradisional.  Bahan utama untuk membuat karya topeng adalah jenis kayu yang ringan, yang mudah dipahat dan diraut atau diukir, tahan akan bubuk serta lembut atau halus seratnya. Beberapa jenis kayu yang memiliki persyaratan tersebut antara lain adalah kayu pule, waru taluh, kayu kapas, kayu jaran, kayu randu dan lain sebagainnya. Tiap daerah mempunyai pilihan bahan kayu yang berbeda. Di Sumenep untuk membuat topeng dipakai jenis kayu dadap yang agak kasar, dan kayu gentawas yang lembut [10] Topeng buatan Sairun banyak dibeli oleh group topeng yang berkembang di Sumenep dan juga digunakan untuk pembelajaran di Institusi seni seperti STKW.

  1. D. Persebaran Topeng Dhalang di Sumenep

            Topeng Dhalang di Sumenep adalah sebuah seni pertunjukan drama tari, dimana para penari atau pemeran tokohnya menggunakan topeng. Para pemain atau penari dalam pertunjukan Topeng Dhalang hanya berperan sebagai wayang, oleh karenanya disebut juga dengan Wayang Topeng, sedangkan dialog dan jalan ceritanya dilakukan atau dikendalikan oleh seorang dhalang.

Dengan berkembangnya kesenian tradisional masa ini menyebabkan banyak pendiri organisasi baru dan itu dapat dibuktikan dengan adanya beberapa seniman yang berasal dari lingkungan yang berbeda-beda. Kesenian Topeng Dhalang di Kabupaten Sumenep sendiri terbentuk beberapa versi yang mempunyai ciri-ciri dalam bidang atau segi busana, asesoris, gerak tari, penataan iringan musik, bentuk dan warna topeng.

            Di Kabupaten Sumenep terdapat rombongan-rombongan Topeng Dhalang yang  masih aktif dalam melestarikan dan mengembangkan kesenian ini, diantaranya adalah[11]

1.Rukun Perawas dari Ds. Slopeng Kec. Dasuk

2.Rukun Pewaras dari Ds. Slopeng Kec. Dasuk

3.Rukun Family (Pemain anak-anak) dari Ds. Gapura Kec. Gapura

4.Rukun Karya dari Ds. Gapura Kec. Gapura

5.Sinar Sumekar dari Ds. Gapura Kec. Gapura

6.Budi Santoso dari Ds. Kalianget Kec. Kalianget

7.Poetri Kuning dari Ds. Kalianget Kec. Kalianget

8..Leteer dari Ds. Kalianget Kec. Kalianget

9.Sekar Utomo dari Ds. Pinggir Papas Kec. Kalianget

  1. Sinar Penala dari Kec. Kota.

Sepuluh organisasi di atas tersebut merupakan organisasi Topeng Dhalang yang masih aktif dan digemari oleh masyarakat. Organisasi-organisasi tersebut ada yang sudah berumur puluhan tahun dan ada juga yang baru dibentuk. Kesenian ini memiliki keunikan tersendiri bagi masyarakat Sumenep, sehingga kesenian ini bertahan sampai sekarang. Selain itu rombongan ini berdiri untuk melestarikan budaya di Sumenep agar tidak hilang karena perkembangan jaman. Walaupun di Sumenep juga banyak berdiri kesenian baru lainnya. Namun, kesenian ini masih sering diundang terutama di desa-desa di Kabupaten Sumenep. Dengan demikian kesenian ini masih menjadi kesenian tradisional khas Sumenep.

Dari rombongan Topeng Dhalang yang masih aktif tersebut, terbagi dari beberapa wilayah diantaranya yaitu kecamatan Dasuk, Kalianget, Gapura dan Kota Sumenep. Namun organisasi tersebut yang lebih diutamakan adalah Topeng Dhalang dari Kecamatan Dasuk yang bernama Rukun Pewaras karena dari pertunjukannya rombongan ini banyak dikenal oleh masyarakat. Rombongan Rukun Pewaras berdiri sejak tahun 1995 dan sampai sekarang masih tetap bertahan dan tetap eksis di kalangan masyarakat. Dalam pertunjukannya rombongan ini mempunyai inovasi dalam busana yang dibuat lebih glamour, unsur dekor diperbanyak karena adanya pergantian dekor dalam setiap babak agar dekor dibuat sesuai dengan tema dalam cerita dan adegan dibuat lebih berani untuk menarik perhatian masyarakat atau penontonnya. Hal ini dilakukan oleh rombongan Rukun Pewaras karena mempunyai kemauan untuk melestarikan kesenian ini agar selalu dinikmati oleh penonton atau penikmatnya. Rombongan ini mempunyai sikap ramah terhadap penontonnya, walaupun kadang kala dalam pertunjukannya memakai bahasa yang kasar. Namun untuk lakon punakawan biasanya melakukan interaksi langsung dengan para penontonnya. Hal ini memberikan kesempatan kepada penonton untuk berinteraksi dengan para pemain Topeng Dhalang tersebut. Rombongan ini merupakan inovasi baru untuk rombongan lainnya, sehingga perubahan dalam pertunjukan rombongan lain itu banyak yang termotivasi oleh rombongan Rukun Pewaras tersebut.

Pertunjukan Topeng Dhalang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1.Gaya penyajianya menggunakan gaya Wayang Orang.

2.Seorang dalang sebagai pengatur pertunjukan

3.Pelaku-pelaku atau anak wayang menggunakan topeng, sebagai visualisasi tokoh yang akan dimainkan.

4.Ulah gerak tari yang dibawakan sebagai ekspresi karakter topeng mempunyai pola tari berbeda-beda dengan karakter tokoh lainya, pengucapan gerak para pelakunya diungkapkan melalui tari.

5.Gamelan sebagai unsur pengiring sekaligus pewarna situasi dan penegas suasana.

6.Lakon cerita berkisar pada Ramayana, Mahabarata, dan cerita lain misalnya:  Murwakala.

  1. Ponokawan sebagai pengendur suasana juga sebagai pendamping tokoh satria.
  2. Pertunjukan biasanya dilakukan semalam suntuk, tetapi untuk kebutuhan penanggap pertunjukan bisa dipentaskan melalui pemadatan.
  3. Menjelang pertunjukan dimulai para anak wayang dikumpulkan oleh dalang untuk mendapatkan pengarahan tentang jalanya cerita dan pembagian peranan yang akan dibawakan oleh seluruh pemain.

Untuk mengawali pertunjukan sebelum masuk pada inti cerita terlebih dulu diperdengarkan gending-gending pembuka untuk menyambut tamu yang hadir

 

  1. Fungsi Pertunjukan Topeng Dhalang

Dalam kehidupan bermasyarakat sebenarnya tidak lepas dari segala aktivitas, termasuk diantaranya dalam aktivitas di bidang seni. Mengingat seni sebagai budaya leluhur yang sampai kini masih memperlihatkan berbagai peranannya di dalam kehidupan masyarakat, maka setingkat dengan zaman yang berlaku, fungsi seni juga mengalami perkembangan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perkembangan kesenian pada umumnya mengikuti proses perubahan yang terjadi dalam kebudayaan masyarakat. Dengan demikian maka perubahan fungsi dan perubahan bentuk pada hasil-hasil seni dapat pula disebabkan oleh dinamika masyarakat. Demikian halnya dalam perkembangan kesenian ini di Sumenep yang merupakan sebuah kesenian tradisional yang telah lama hidup[12]

Bila dilihat dari segi fungsi Topeng Dhalang yang tertua yaitu sebagai upacara yang sedikit banyak bersifat religius magis atau  sebagai ritual tadisi. Namun, dalam perkembangannya fungsi ini digunakan sebagai fungsi hiburan yang tidak berkaitan dengan makna. Misalnya dalam acara sebagai berikut:

  1. Topeng Dhalang Sebagai Upacara Ritual

Upacara Bersih Desa

Upacara ini merupakan ungkapan rasa syukur yang dilakukan secara masal oleh warga desa yang dipimpin oleh Kepala Desa (kaalebun) atau seorang tertua yang berpengaruh dengan acara ini. Selain ungkapan rasa syukur tersebut dibarengi pula dengan suatu harapan agar desa dihindarkan dari segala mala petaka di waktu-waktu mendatang. Bersih desa mengandung arti membersihkan desa dari unsur-unsur jahat atau negatif untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan masyarakat penduduk desa dengan upacara-upacara ritual yang sudah mentradisi yang diantaranya adalah selamatan, sedekah bumi, menanggap Topeng Dhalang dan sebagainya. Peristiwa bersih desa ini pun disebut pula “sedekah desa” atau  dengan istilah rokat bume (sedekah bumi). Di samping itu ada upacara rokat tase (sedekah laut), karena selain pertanian, perikanan laut pun menjadi mata pencaharian masyarakat Madura yang berada di daerah pesisir. Hal ini dilakukan agar masyarakat selalu diberi kesalamatan dalam mencari nafkah dan daerahnya bisa tetap aman walaupun terletak di pesisir laut yang terutama di daerah Slopeng dan Kalianget[13]

Upacara bersih desa juga diwujudkan dalam bentuk ruwatan dan acara ruwatan bersih desa ini biasanya dilakukan setelah musim panen yang biasanya dilaksanakan dengan tiap malam jumat keliling kampung selama 7 jumat dengan adanya ritual di lima sumber sungai yang kemudian malam sabtunya itu diadakan pertunjukan Topeng Dhalang sebagai acara penutup untuk acara bersih desa tersebut[14] Biasanya yang dilakonkan dalam pertunjukannya yaitu melakonkan “Murwa Kala” sama dengan lakon yang digunakan pada saat acara ruwatan.

Upacara Ruwatan

Ruwat artinya lepas dari kesukaran, ketakutan, ancaman bahaya, dan mala petaka yang disebabkan oleh hal-hal yang menurut kepercayaan sangat ditabukan atau dipantangkan. Untuk dapat terlepas dari segala macam kesulitan tersebut, orang Madura melakukan upacara ruwatan. Ruwatan itu contohnya saja, misalnya: anak tunggal, anak kembar, empat anak bersaudara kandung perempuan semua dll [15]. Selain itu Yang perlu di ruwat lagi ialah anak yang dianggap melakukan tindakan yang tabu diantaranya adalah kalau seorang anak menumbangkan dandang penanak nasi yang sedang digunakan untuk menanak, seorang mematahkan gendik (batu bulat panjang penggiling rempah-rempah) atau pipisan (batu landasan), rumah yang sedang dibangun kemudian roboh, dll. Anak atau orang yang bersangkutan dalam keadaan atau peristiwa tersebut, menurut kepercayaan, terancam jiwa keselamatannya akan menjadi mangsa Batara Kala. Untuk membebaskannya dari ancaman itu yang bersangkutan harus diruwat melalui upacara ruwatan dengan mengundang Topeng Dhalang. Lakon yang dipilih adalah “Murwa Kala” yang mengisahkan lahirnya Batara Kala dari “kama nyasar” Batara Guru. “Murwa Kala” merupakan cerita yang diambil dari kitab-kitab kuno (kitab macapat)[16]

Dalam pertunjukan ini upacara ruwatan di lakukan pada saat menjelang berakhirnya pertunjukan biasanya dilakukan pada dini hari mulai sekitar jam 02.00 sampai pagi. Ki dhalang bertindak sebagai peruwat dengan mengucapkan mantra-mantra ruwatan dan segala tata cara yang ditradisikan oleh masyarakat Sumenep. dalam kisah lakon yang menjadi “dhalang peruwat” ialah dhalang Kandha Buwana atau dhalang Kurungrungan, yaitu Dewa Wisnu sang penyelamat jagad semesta seisinya. Dengan demikian maka ki dhalang yang mempergelarkan lakon “Murwa Kala” tersebut dan sekaligus memimpin acara ruwetan, bertindak selaku Dewa Wisnu Sang Dhalang Kandha Buwana. Hal itu dilakukan dengan rapalan mantra-mantra yang panjang dan monoton pula, suasana memang terasa sekali kehikmatan dan sifat magis sakralnya[17]

ruwatan

Gambar 1 : Ruwatan anak kembar

 

 Upacara Perkawinan

Dalam acara pernikahan pertunjukan Topeng Dhalang biasanya melakonkan perkawinan Arjuna dengan Sumbadra di Madura sering disebut Sumbadrawati karena perkawinannya dianggap ideal. Orang tua mengharapkan agar perkawinan anaknya dapat berlangsung dengan baik menjadi pasangan yang ideal. Biasanya pertunjukan kesenian ini dijadikan nadzar oleh seseorang yang anaknya belum mendapatkan jodoh, bahwa kalau anaknya mendapatkan jodoh dan menikah orang tua tersebut akan menggelar pertunjukan kesenian ini di acara pernikahan anaknya.[18]. Kadang kala ada penanggap kesenian ini dalam dua hal, pertama karena nadzar agar anaknya cepat mendapat jodoh dan kedua, sekaligus dimanfaatkan untuk ruwatan anaknya sehingga dalam satu pertunjukan bisa menjadi dua fungsi dan memudahkan penanggap atau masyarakat untuk memenuhi hajatnya.

 

  1. G. Topeng Dhalang Sebagai Sarana Hiburan

Dalam perkembangannya pertunjukan Topeng Dhalang Pertunjukan ini berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat yang biasanya diadakan dalam bentuk arisan yang diadakan setiap setengah bulan sekali yang biasanya pertunjukannya hanya dipentaskan lebih singkat sekitar 3-4 jam saja. Lakon yang diceritakan tergantung oleh yang mendapat arisan meminta lakon apa. Pertunjukan ini dilakukan sebebas mungkin dan semenarik mungkin, agar dapat menghibur masyarakat. Tetapi walaupun begitu upacara tradisioanal tersebut masih juga dilakukan meskipun tidak seintensif dulu, melainkan merupakan naluri semata-mata.[19] Dengan demikian mayarakat masih mempertahankan nalurinya tentang kesenian ini karena itu dapat membuktikan betapa kuatnya tradisi telah berurat berakar dalam masyarakat.

  1. Upaya pelestarian dan pengembangan

Konsistensi dalam melakukan pelestarian kesenian perkumpulan topeng dalang “Rukun Pewaras” melakukan berbagai upaya pembaharuan di segala bidang. Kreativitas itu meliputi  penataan tata cahaya seperti. foot light, border light, spoot ligh, dan juga beberapa lampu yang digunakan untuk kebutuhan adegan tertentu, dan tata suara. Inovasi ruang panggung meliputi beberapa dekorasi, side wing, border/plesir, cyclorama, kelir alas-alasan, kelir paseban, kelir start, kelir awan (angkasa). Properti batu-batuan, lautan, pohon dll. Inovasi busana yang dibuat lebih modern dan terlihat lebih glamour. Penggunaan media elektronik seperti Lap Top, CD. dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang cerita, para pemain, dan informasi undangan yang mempunyai hajat. Pentingnya menyemarakkan suasana dalam pertunjukan Topeng Dhalang disampaikan oleh Yanto sutradara, sekaligus berperan sebagai operator. Topeng Dhalang dikemas sesemarak mungkin dengan diselingi pertunjukan yang muncul dari media untuk menciptakan suasana yang tidak monoton dari pertunjukan itu sendiri dan untuk menghibur masyarakat supaya pertunjukan Topeng Dhalang hidup dan berkembang agar tidak mengalami kepunahan[20]  Perlunya diingat bahwa sarana memediasi adalah publikasi yang paling menarik bagi audiens. Seperti yang ditulis oleh Grame Burton  yang paling diingat bahwa media memang memediasi yaitu mereka merekonstruksi materi sumber dengan pelbagai cara,untuk pelbagai alasan terutama untuk menjadikannya menarik bagi audiens[21]

Fenomena maraknya budaya sawer yang melanda seni pertunjukan Topeng Dhalang membawa penampilan baru pada pertunjukan kesenian tersebut. Saweran saat ini menjadi populer dimasyarakat serta mendapat tanggapan simpatik dari kalangan masyarakat/komonitasnya.  Saweran tidak hanya sekedar hiburan melainkan kebutuhan. Saweran merupakan komunikasi spontan masyarakat, sarana pelepas lelah, pelepas rindu inggin ngibing bersama. Mereka rela merogoh kocek dengan beberapa lembar rupiah diselipkan didalam dada kemben penari.[22]  Untuk hasil saweran diperoleh semalam bisa mencapai Rp. 200.000-300.000 dan hasilnya dibagi rata[23]

 

  1. Analisis

Kreatvitas diperlukan untuk membuat perubahan disegala bidang termasuk seni, agar tidak ditinggalkan oleh pendukungnya. Pertunjukan Topeng Dhalang Rukun Pewaras Ds. Dasuk, Kec. Slopeng, Kab. Sumenep tampaknya tidak mau kena dampaknya. Supaya perkumpulan tetap eksis peran Adi Sucipto sebagai pemimpin melakukan upaya inovasi disegala ruang pertunjukan. Pembenahan dilakukan disegala bidang pertunjukan seperti: penambahan dekor-dekor pohon, lautan, batu-batuan, penambahan side wing, cyclorama, border/tiser, Kelir paseban, kelir alas-alasan, kelir start, kelir awan. Penataan lighting, foot light, sport light, border light. Serta penataan busana dibuat lebih glamor.

Pengkaderan para penari dan pengrawit tidak mengalami hambatan, karena sebagian peran tersebut didukung keluraga topeng serta simpati pemuda desa yang tertarik kesenian tersebut.

Fenomena masuknya budaya saweran dalam ruang pertunjukan topeng membuat kesenian tersebut tambah semarak dan apresiasi masyarakat pendukungnya lebih komunikatif.  Walaupun kadang-kadang saweran terkesan cukup menyita waktu, sehingga kesan pertunjukan agak terabaikan. Tetapi yang penting bagi perkumpulan tersebut dapat menghibur penontonya.

 

 

Daftar Pustaka

 

Hermien Kusmayati, A.M. Arak-Arakan Seni Pertunjukan dalam Upacara Tradisional di

Madura. Penerbit yayasan Indonesia. Yogyakarta, 2000.

 

Helene Bouvier disertasinya berjudul  “Lebur; Seni Musik Dan Pertunjukan Dalam Masyarakat

Madura” penerjemah Rahayu S Hidayat, Jean Counteau, Penerbit Forum Jakarta-Paris Ecol

francaise d’ Extreme-Orient Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan Yayasan Obor Indonesia Jakarta,

2002.

 

Jauhari Chandra Astutik, Karakter Tari Arimbi Pada Topeng Dalang Sumenep, Skripsi, STKW

Surabaya,1993.

 

Soedarsono.  Jawa dan Bali, Dua Pusat Perkembangan Drama Tari  Tradisional, Gajah Mada,

Asti Jogyakarta , 1975.

 

Soenarto Timur, Topeng Dalang, Di Jawa Timur, Dep P dan K   Dirjen    Kebudayaan Jakarta

1977.

 

Soetrisno, R, Topeng Dalang Madura, Jakarta : Proyek  Peningkatan Sarana  Pendidikan Tinggi,

Departemen P dan K, 1981-1982.

 

Soenarto Timur, Filsafat Dan Simbolik Dalam Sastra Pewayangan, Jogyakarta, Paguyuban

Sutresna Wayang Rena Budaya, Blencong Dasawarsa I. 1983.

 

Soelarto, B. Topeng Madura (Topong), Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, Ditjen

Kebudayaan P dan K, Republik Indonesia Jakarta.

 

Suripno, Bentuk Dan Gaya Tari Gambuh Sumenep, Skripsi S1, STK Wilwatikta Surabaya, 1993.

                [1]  Achmad Darus (seniman), Di Desa Rubaru Kabupaten Sumenep, tanggal 24 September ,2014.

                [2] Syrianto (Sutradara dan pemusik Rukun Pewaras), Di Slopeng Kecamatan Dasuk Kabupaten Sumenep, tanggal  23 September 2014.

                [3] Achmad Darus (seniman), Di Desa Rubaru Kabupaten Sumenep, tanggal 24 September ,2014.

                [4] Achmad Darus (seniman), Di Desa Rubaru Kabupaten Sumenep, tanggal 24 September ,2014.

                [5] Suli (pemusik rombongan Rukun Pewaras), Di Desa Dasuk Kabupaten Sumenep,septemberi 2014.

                [6] Achmad Darus (seniman), Di Desa Rubaru Kabupaten Sumenep, tanggal 24 September ,2014.

 

                [7] Achmad Darus (seniman), Di Desa Rubaru, Kabupaten Sumenep, tanggal 24, September 2014

                [8] Achmad Darus (seniman), Di Desa Rubaru, Kabupaten Sumenep, tanggal 24, September 2014

[9] Wawancara Baisuni, seniman tayub, mantan kasi kesenian, Kabupaten Sumenep, pada  september 2014.

                [10] Wawancara dengan Bapak Sairun (Penari dan pembuat topeng), Di Desa Slopeng Kecamatan Dasuk Kabupaten Sumenep, Pada 14 September 2014,

 

 

[11] Akhmad Darus, Materi seminar Topeng Dhalang  Madura Sebagai Media Komunikasi  yang Efektif untuk Seni Pertunjukan Rakyat,  Sumenep, 21 April 2014.

 

[12] Soetrisno. R, 1992, Topeng Dhalang Madura, Surabaya: Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, hlm. 38.

 

                [13]  Adi Sutipno (ketua Rukun Pewaras), Di Slopeng, Kecamatan Dasuk, Kaupaten Sumenep tanggal  September 2014

                [14]  Syrianto (Sutradara dan pemusik Rukun Pewaras),  Di Slopeng Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep, Tanggal 23 September  2014

                [15]  Syrianto (Sutradara dan pemusik Rukun Pewaras),  Di Slopeng Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep, Tanggal 23 September  2014

                [16] Syrianto (Sutradara dan pemusik Rukun Pewaras),  Di Slopeng Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep, Tanggal 23 September  2014

                [17]Soetrisno. R, 1992, Topeng Dhalang Madura, Surabaya: Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, hlm. 38

                [18]  Ibid Hlm. 60.

                [19] Soetrisno. R, Op.Cit, Hlm. 38.

                [20] Syrianto (Sutradara dan pemusik Rukun Pewaras),  Di Slopeng Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep, Tanggal 23 September  2014.

            [21] Grame Burton, 1999, Media dan budaya populer, hal.10.

                [22] Akchmad Rifai, Klebun Juruan Laok, Ds, Batu Putih, Kec. Batu Putih,Sumenep, Tanggal 22 September 2014

                [23] Syrianto (Sutradara dan pemusik Rukun Pewaras),  Di Slopeng Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep, Tanggal 23 September  2014.

 

Categorised in:

Comments are closed here.

STKW SURABAYA IS THE BEST