SEMARANG, suaramerdeka.com – Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) mulai 2018 akan menggunakan sistem penilaian akreditasi Perguruan Tinggi (PT) maupun institusi sesuai Pemenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015.
Menurut Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VI Jawa Tengah Prof Dr DYP Sugiharto MPd Kons, penggunaan sistem tersebut sesuai dengan Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 mengenai standar nasional pendidikan tinggi yang baru akan diberlakukan pada Desember 2017.
“Dalam standar nasional pendidikan tinggi ada 24 standar yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi. 24 Standar tersebut dibagi dalam tiga darma perguruan tinggi, delapan standar pendidikan, delapan standar penelitian dan delapan standar pengabdian,” kata Prof DYP Sugiharto usai penyerahan Sertifikat AIPT Peringkat A kepada Unika Soegijapranata di kampus setempat, Senin (20/2).
Standar nasional pendididkan tinggi tersebut akan menjadi dasar acuan seluruh proses berikutnya termasuk proses akreditasi. Lalu apa yang akan diakreditasi oleh BAN-PT, yaitu 24 standar tersebut.
“Setiap perguruan tinggi wajib melakukan apa yang menjadi ketentuan Permenristekdikti tersebut, bukan pilihan. BAN – PT akan mengecek apakah perguruan tinggi atau Institusi sudah melakukan 24 standar tersebut,” tambahnya.
Sekarang proses akreditasi masih mengacu pada tujuh kriteria dan beberapa instrumen belum pada standar nasional pendidikan tinggi. Kedepannya menjadi sembilan kriteria.
“Peraturan ini dibuat untuk melindungi masyarakat karena saat ini perguruan tinggi adalah badan otonom,” tambah pria yang menyebut sampai hari ini belum ada perguruan tinggi maupun institusi yang turun grade dan diharapkan tidak ada.
Kepala Seksi Penilaian Kinerja Perguruan Tinggi II Direktorat Pembinaan Kelembagaan PT Kemenristekdikti Dian Indra SH MM menyatakan, proses standarisasi baru disusun petunjuk pelaksanaannya dan teknis. Proses standarisasi PT ini untuk menaikkan standar perguruan tinggi dan institusi.
“Kendalanya banyak, masing-masing Perguruan Tinggi dan Institusi memiliki permasalahan. Misalnya kesiapan tenaga pengajar atau dosen, apakah sudah memenuhi jumlah minimal atau belum,” jelasnya.
Mengenai banyaknya perguruan tinggi atau institusi yang belum siap, Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi melakukan program pembimbingan untuk meningkatkan kualitas PT. Menurutnya Unika Soegijapranata berhasil karena mengikuti program tersebut.
“Kami melakukan sosialisasi, kunjungan, memanggil tim task force dan melakukan bimbingan melalui asessor. Kami tugaskan beberapa asessor untuk membimbing tapi hak mereka akan hilang saat universitas atau institusi tersebut dilakukan visitasi,” paparnya.
(Puthut Ami Luhur/ CN33/ SM Network)
Comments are closed here.