Day: August 13, 2025

JAZZ USING: Sebuah Jurnal Musikal Mencatat Pertemuan Jazz dan Gending Banyuwangi

Kami percaya bahwa setiap nada adalah sebuah cerita, dan setiap karya adalah sebuah jurnal. Malam itu, kami menjadi saksi dari jurnal musikal seorang mahasiswa bernama Zulfikri Eka Yahya, yang berani mencatat pertemuan dua dunia: kebebasan improvisasi jazz dan keagungan Gending Banyuwangi. Karyanya yang berjudul “JAZZ USING” bukanlah sekadar kolaborasi. Ini adalah sebuah perjalanan eksplorasi. Zulfikri, dengan saxophone di tangannya, berkelana melintasi melodi-melodi etnik Banyuwangi yang sudah mengakar, kemudian ia mengajak suara-suara itu untuk berinteraksi dengan ritme jazz yang lincah. Hasilnya adalah sebuah harmoni yang tak terduga, namun terasa begitu akrab di telinga. Seperti sebuah percakapan yang mendalam, saxophone Zulfikri berdialog dengan ricikan gamelan. Kadang ia menjawab dengan nada yang lembut, kadang ia menyahut dengan improvisasi yang penuh semangat. Ini adalah bukti bahwa kekayaan budaya tidak perlu takut untuk bertemu dengan hal-hal baru. Justru, pertemuan itulah yang melahirkan identitas baru yang lebih kuat dan berkarakter. Malam itu,Β  audiens tidak hanya mendengarkan musik. Mereka mendengarkan sebuah sejarah baru sedang ditulis. Mereka menjadi saksi bagaimana seorang seniman muda, dengan keberanian dan dedikasinya, mampu merajut benang-benang tradisi dan inovasi menjadi sebuah permadani suara yang memukau. “JAZZ USING” bukan hanya karya, tetapi sebuah undangan untuk merayakan dialog budaya yang tak pernah usai.

JHEGGER JHEGGUR: Lebih dari Musik, Ini Adalah Kisah Perjalanan Membawa Kebanggaan Budaya ke Atas Panggung

Pernahkah Anda mendengar ritme yang begitu kuat, begitu menggebu, hingga getarannya terasa di dada? Malam itu, getaran itu bukan berasal dari arak-arakan di jalanan, melainkan dari panggung megah STKW Surabaya. Getaran itu bernama “JHEGGER JHEGGUR”. Ini adalah sebuah kisah tentang keberanian. Kisah seorang mahasiswa bernama Maulana Hasbi Assiddiqi, yang bermimpi untuk mengangkat musik Ul-Daulβ€”yang selama ini identik dengan semangat festival jalananβ€”menjadi sebuah karya seni yang dapat dinikmati di atas panggung. Dengan sepenuh hati, Maulana merangkai kembali notasi-notasi itu. Ia memadukan energi membara dari tabuhan gendang dengan sentuhan-sentuhan tak terduga: alunan syahdu dari kenong tello hingga harmoni vokal yang memikat. “JHEGGER JHEGGUR”. adalah sebuah perjalanan yang akan menggetarkan jiwa. Penonton tidak hanya disuguhkan tontonan. Mereka diajak ikut berarak dalam imajinasi, merasakan gema tradisi yang berpadu dengan inovasi. Setiap pukulan, setiap alunan, adalah sebuah dialog yang intim antara masa lalu dan masa kini, yang diwujudkan dengan penuh keindahan di bawah sorotan lampu panggung. Kami percaya bahwa tradisi bukanlah sekadar warisan yang harus dijaga, melainkan sumber inspirasi abadi yang harus terus hidup, berinovasi, dan berdialog dengan zaman. Kami bangga menjadi tempat di mana seniman muda seperti Maulana berani bermimpi, dan mewujudkan mimpi itu menjadi sebuah pengalaman yang menyentuh hati banyak orang.

Ronce-nan Jineman: Ketika Setiap Notasi Merangkai Kisah dan Semangat

Di balik gemerlap panggung , ada sebuah karya yang lahir dari ketulusan dan semangat tak kenal lelah, atau yang sering kami sebut “Gigih”. Gigih Permadi, seorang mahasiswa di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya, tidak hanya menciptakan musik, ia merangkai sebuah perjalanan. Perjalanan yang ia tuangkan dalam karya Tugas Akhirnya, “Ronce-nan Jineman”. Ronce memiliki makna merangkai atau menganyam. Dalam karyanya, Gigih tidak sekadar memadukan notasi, ia merangkai kembali benang-benang tradisi yang berakar pada Gending Jineman. Ia memberikan napas baru pada ricikan gamelan seperti gender barung, gambang, slenthem, hingga gong, menjadikannya sebuah harmoni yang menawan dan penuh makna. Semangat untuk tidak hanya melestarikan, tetapi juga menghidupkan kembali warisan budaya dengan sentuhan inovatif. “Ronce-nan Jineman” adalah bukti nyata bagaimana seorang seniman muda dapat menjadi jembatan antara masa lalu yang agung dan masa depan yang penuh harapan. Setiap nada yang dimainkan adalah representasi dari perjuangan dan dedikasi, bukan hanya dari Gigih, tapi juga dari seluruh tim yang terlibat. Mereka menunjukkan bahwa seni bukan hanya tentang bakat, tetapi juga tentang kolaborasi, semangat, dan identitas. Melalui “Ronce-nan Jineman”, kita diingatkan bahwa kekayaan budaya kita adalah sebuah permata yang harus terus diasah dan dirangkai ulang oleh generasi penerus. Di panggung karya ini bersinar, membuktikan bahwa kreativitas yang berakar kuat pada tradisi akan selalu mampu menyentuh hati dan menginspirasi banyak orang.

🎢 Rapsodi Byung: Perpaduan Emosi, Budaya, dan Cinta Ibu 🎢

Di balik setiap denting nada, selalu ada cerita. Di balik setiap hentakan byung gamelan, selalu ada hati yang bergetar. Athallah Oktifanzha, mahasiswa Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya, menuangkan seluruh rasa, kenangan, dan cinta kepada sosok Ibu dalam karya Tugas Akhirnya yang berjudul “Rapsodi Byung“. Bukan sekadar pertunjukan, ini adalah perjalanan jiwa β€” dari rahim budaya hingga gemuruh panggung. “Byung“ adalah suara pukulan gamelan yang singkat, namun sarat makna. Di tangan Athallah, suara itu menjelma menjadi harmoni yang memadukan gamelan tradisi, orkestra modern, teater bayangan, dan visual artistik yang memikat mata. Penonton diajak menyelami kisah kasih sayang Ibu, perjuangan hidup, hingga pesan moral yang mengakar dari leluhur. Di atas panggung , semua elemen menyatu: cahaya yang menari, bayangan yang bercerita, musik yang mengalun, dan hati yang terikat oleh budaya. Di sanalah terlihat bagaimana STKW bukan sekadar kampus seni, tetapi rumah bagi lahirnya karya-karya yang beridentitas, membanggakan, dan relevan di tengah zaman. “Rapsodi Byung“ adalah pengingat bahwa kreativitas yang tumbuh dari akar budaya akan selalu hidup, selalu berbicara, dan selalu menyentuh hati β€” dari generasi ke generasi.

UJIAN TUGAS AKHIR MAHASISWA PRODI SENI KARAWITAN & SENI TARI STKW SURABAYA

Surabaya, 26–27 Juli 2025 β€” Gedung Kesenian Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur, menjadi saksi dua malam penuh kreativitas dan karya gemilang dari mahasiswa Program Studi Seni Karawitan dan Program Studi Seni Tari Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya. Acara Ujian Tugas Akhir yang berlangsung dua malam ini mengusung dua tema besar: 🎡 Future Youth Performance (26 Juli 2025) – Menampilkan karya-karya musik inovatif, memadukan kekuatan tradisi dan sentuhan modern seperti: Rhapsodi Byung – Atallah Oktifanzha Ronce Nan JinΓ¨man – Gigih Permadi Jazz Using – Zulfikri Eka Yahya Jhegger-Jheggur – Maulana Hasbi Assidiqi Ali     πŸ’ƒ Stage of The Emerging Performers (STEP) (27 Juli 2025) – Menyuguhkan karya tari penuh karakter dan ekspresi dari mahasiswa Prodi Seni Tari dengan judul Tugas Akhir: Marcella – Pratigha Dharmapatni Wahyu – Nunjang Palang Arinda – Njaran Arif – Mithulung Alfen – Ketan Intip Setiap karya tidak hanya menampilkan keterampilan teknis, tetapi juga kekuatan riset, penghayatan, dan interpretasi nilai budaya. Dari pengolahan gerak hingga detail kostum, setiap penampilan dirancang untuk memberikan pengalaman seni yang mendalam kepada penonton. Tak hanya menjadi ujian akademik, Ujian Tugas Akhir ini adalah perayaan kreativitas, di mana mahasiswa menunjukkan bahwa proses belajar di STKW Surabaya tidak hanya fokus pada teori, tetapi juga mendorong mahasiswa untuk berani berkarya, berinovasi, dan tampil di panggung profesional. ✨ STKW: Tempat Tumbuhnya Seniman BerkualitasMelalui kegiatan seperti ini, STKW Surabaya membuktikan diri sebagai kampus seni yang konsisten melahirkan generasi baru seniman musik dan tari. Mahasiswa dibimbing oleh dosen berpengalaman, mendapatkan kesempatan tampil di panggung bergengsi, dan membangun jejaring dengan pelaku seni di tingkat lokal, nasional, hingga internasional. πŸ“£ Pesan untuk Calon Mahasiswa Baru:Jika Anda memiliki passion di bidang Seni Karawitan atau Seni Tari, STKW Surabaya adalah tempat yang tepat untuk mengasah bakat, menambah wawasan, dan menyiapkan diri menjadi seniman yang berdaya saing. Di sini, panggung Anda bukan hanya ruang kelas, tapi juga ruang-ruang pertunjukan yang sesungguhnya.

Arsip Artikel