Kami percaya bahwa setiap nada adalah sebuah cerita, dan setiap karya adalah sebuah jurnal. Malam itu, kami menjadi saksi dari jurnal musikal seorang mahasiswa bernama Zulfikri Eka Yahya, yang berani mencatat pertemuan dua dunia: kebebasan improvisasi jazz dan keagungan Gending Banyuwangi.
Karyanya yang berjudul “JAZZ USING” bukanlah sekadar kolaborasi. Ini adalah sebuah perjalanan eksplorasi. Zulfikri, dengan saxophone di tangannya, berkelana melintasi melodi-melodi etnik Banyuwangi yang sudah mengakar, kemudian ia mengajak suara-suara itu untuk berinteraksi dengan ritme jazz yang lincah. Hasilnya adalah sebuah harmoni yang tak terduga, namun terasa begitu akrab di telinga.
Seperti sebuah percakapan yang mendalam, saxophone Zulfikri berdialog dengan ricikan gamelan. Kadang ia menjawab dengan nada yang lembut, kadang ia menyahut dengan improvisasi yang penuh semangat. Ini adalah bukti bahwa kekayaan budaya tidak perlu takut untuk bertemu dengan hal-hal baru. Justru, pertemuan itulah yang melahirkan identitas baru yang lebih kuat dan berkarakter.
Malam itu, audiens tidak hanya mendengarkan musik. Mereka mendengarkan sebuah sejarah baru sedang ditulis. Mereka menjadi saksi bagaimana seorang seniman muda, dengan keberanian dan dedikasinya, mampu merajut benang-benang tradisi dan inovasi menjadi sebuah permadani suara yang memukau. “JAZZ USING” bukan hanya karya, tetapi sebuah undangan untuk merayakan dialog budaya yang tak pernah usai.